Senin, 15 Desember 2014

HUKUM MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHOF

بسم الله الرحمن الرحيم
HUKUM MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHOF
Oleh: Khodijah Al-Ghoziyah dan Umi Lathifah An-Na’im Sukisno

Di antara sunnah mahjurah [1] adalah meluruskan dan merapatkan shaf. Padahal, di antara hal yang menyempurnakan sholat berjamaah adalah lurus dan rapatnya shaff (barisan) nya.
Hampir setiap kali menunaikan salat berjamaah kita mendengar imam salat mengatakan,Luruskan dan rapatkan barisan, karena rapat dan lurusnya barisan merupakan kesempurnaan shalat!” atau kata-kata senada yang kurang lebih maknanya sama. Tetapi, sepertinya himbauan imam hanya sekedar jadi himbauan, jauh dari pengamalan.
Sehingga dari sini, nampaklah fenomena yang menyedihkan berupa adanya ketidakrapian shaf dalam sholat berjama’ah. Di lain sisi, orang yang diangkat menjadi imam sholat juga tidak paham mengenai hakekat sunnah yang satu ini.
Padahal banyak sekali hadits yang menerangkan tentang keutamaan (fadhilah), anjuran, peringatan meluruskan dan merapatkan shof serta ancaman apabila melalaikannya. Sehingga sudah seharusnya setiap muslim mengetahui, bahwa perkara merapatkan shaf di dalam shalat berjama’ah bukanlah hal yang bisa disepelekan.
Sebagai bentuk usaha dalam mengatasi problema ini, kami merasa perlu untuk menjelaskan sunnah yang mahjuroh (ditinggalkan) ini dan menyebarkannya melalui tulisan yang ringkas ini. Berikut penjelasannya:
A.    Makna Meluruskan Shaf.
Dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk kesempurnaan sholat.”[2] (HR.Muslim)
Semakna dengannya, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَة                                                              
Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk menegakkan sholat.”[3] (HR.Bukhori)
Makna dari kata yang tercetak tebal (Luruskan sahf-shaf kalian) adalah lurus dan seimbanglah dalam bershaf, sehingga kalian seakan-akan merupakan satu garis yang lurus, jangan salah seorang di antara kalian agak ke depan atau agak ke belakang dari yang lainnya, serta merapat dan tutuplah celah-celah kosong yang berada di tengah shaf.
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda:
أقيموا الصف في الصلاة. فإن إقامة الصف من حسن الصلاة
Dan tegakkanlah shaf di dalam shalat, karena sesungguhnya menegakkan shaf termasuk di antara baiknya sholat.” (Mutafaq’alaih)
            Imam An-Nawawi mengatakan, makna kata yang tercetak tebal (dan tegakkan shaf di dalam shalat) adalah meluruskan, menyeimbangkan dan merapatkan shaf.[4]
B.     Anjuran Merapatkan (menyambung) Shaf dan Ancaman Memutuskannya
Banyak nash dari hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan agar kita meluruskan dan merapatkan shaf, bahkan beliau juga telah mengancam orang yang memutuskannya dengan ancaman yang keras.
1)      Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
أَقِيْمُوُا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّمَا تَصُفُّوْنَ بِصُفُوْفِ الْمَلاَئِكَةِ, وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسَدُّوْا الْخَلَلَ وَلِيْنُوْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ. وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Luruskan shaf-shaf kalian karena sesungguhnya kalian itu bershaf seperti shafnya para malaikat. Luruskan di antara bahu-bahu kalian, isi (shaf-shaf) yang kosong, lemah lembutlah terhadap tangan-tangan (lengan) saudara kalian dan janganlah kalian menyisakan celah-celah bagi setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, niscaya Allah akan menyambungnya  (dengan rahmat-Nya) dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya).[5] (HR.Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dishahihkan oleh Muhammad Nashir Al-Bany –rahimahullahu-)
Imam Abu Dawud -rahimahullah- ketika menjelaskan sabda Rasulullah SAW, “Makna sabdanya: “Lembutilah tangan-tangan (lengan) saudara kalian” (adalah) apabila ada seorang yang datang menuju shaf, lalu ia berusaha masuk, maka seyogyanya setiap orang melembutkan (melunakkan) bahunya untuknya sehingga ia bisa masuk shaf.”[6]
Jika menutup celah yang renggang saja merupakan perkara yang sangat dianjurkan, apalagi jika itu merupakan kekosongan dan kerenggangan yang sangat lapang di antara satu jama’ah dengan jama’ah lainnya -sebagaimana yang terlihat di banyak masjid di tanah air-, maka ini tentu lebih dianjurkan bahkan diperintahkan.
2)       A`isyah -radhiallahu Ta’ala ‘anha- berkata, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karenanya dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga”.[7]
3)       Rasulullah SAW bersabda:

خِيَارُكُمْ أَلْيَنُكُمْ مَنَاكِبِ فِي الصَّلاَةِ, وَمَا مِنْ خَطْوَةٍ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ خَطْوَةٍ مَشَاهَا رَجُلٌ إِلَي فُرْجَةٍ فِي الصَّفِّ فَسَدَّهَا

 “Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling lembut bahunya dalam sholat. Tak ada suatu langkahpun yang lebih besar pahalanya dibandingkan langkah yang dilangkahkan menuju celah dalam shaf, lalu ia menutupinya”.[8]
C.    Perintah untuk Meluruskan dan Merapatkan Shof
1.      Dari Nu’man bin Basyir ra. dari Rasulullah SAW bersabda:
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” [9]( Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah).
Hadits ini mengandung perintah yang sangat tegas bagi kita untuk meluruskan shaf , dan ancaman yang sangat keras bagi yang tidak melakukannya Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Yang tampak (bagi kami) maknanya adalah: Allah akan menimbulkan permusuhan, kebencian, dan perselisihan hati di antara kalian.” [10]
2.      Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:
سووا صفوفكم فإن تسوية الصف من تمام الصلاة
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya kelurusan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.” [11](HR. Muslim).
Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa di antara hal yang membuat shalat kita menjadi sempurna adalah shaf yang lurus. Artinya, jika shaf shalat tidak lurus maka shalat berjamaah kita menjadi kurang nilainya.
Dalam Syarah ‘Umdatul Ahkam disebutkan  bahwa makna global (umum) dari hadits di atas bahwa Rasulullah SAW menuntun ummat beliau menuju kebaikan dan keberuntungan. Dalam hal ini, beliau SAW memerintahkan mereka untuk meluruskan shaf, semuanya menghadap kiblat, menutup celah-celah di shaf, agar setan tidak mendapat celah untuk mempermainkan sholat mereka. Rasulullah Saw juga menunjukkan kepada mereka beberapa manfaat meluruskan shaf, yaitu lurusnya shaf sebagai pertanda kesempurnaan dalam sholat.[12]

D.    Kesalahan Seputar Shaf pada shalat berjama’ah.
1.      Tidak bersegera menempati shaf pertama bagi yang datang lebih dahulu.
Sebagian orang datang bersegera ke masjid dan melihat banyak tempat yang masih kosong di shaf pertama, hanya saja ia lebih berlambat-lambat untuk menempati shof kedua atau ketiga agar bisa bersandar pada tiang, misalnya, atau terbelakang di belakang masjid agar bisa bersandar pada dinding misalnya. Semua ini menyelisihi perintah Nabi SAW agar bersegera menempati shof pertama.

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasululah SAW bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
"Seandainya manusia mengetahui pahala yang terdapat dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali dengan diundi, niscaya mereka melakukannya." [13](Muttafaq ‘alaihi)
2.       Melangkahi Leher-leher jama’ah karena ingin menempati shaf pertama.
Rosululloh SAW bersabda:
أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَعَلَ يَتَخَطَّى النَّاسَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ
"Seseorang masuk masjid pada hari jum'at saat Rosululloh SAW berkhutbah. Lalu ia melangkahi orang-orang, maka Rosululloh SAW bersabda: Duduklah !sesungguhnya kamu telah mengganggu dan kamu telah terlambat."[14](IBNU MAJAH)
3.       Tidak menegakkan (meluruskan dan merapatkan) shof sholat berjama'ah.
Sebagian kaum muslimin mengira bahwa sholat jama'ah bisa sempurna meskipun dengan berbaris seadanya saja. Hal ini tidak betul, karena menegakkan shaf adalah hal yang sangat prinsip (mendasar) dalam sholat berjama'ah.
Dari Anas bin Malik, bahwsanya Rasulullah SAW bersabda:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ
"Luruskanlah Shaf-shaf kalian, sesungguhnya meluruskan shaf adalah termasuk menegakkan sholat"[15] (HR. Bukhori )
Dari Nu’manbin Basyir ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
َ أقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ثَلَاثًا وَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ قَالَ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ
"Tegakkanlah shaf-shaf kalian (diucapkan Rosul sebanyak tiga kali), Demi Alloh Ta'ala sungguh kalian tegakkan shaf-shaf kalian atau sungguh Alloh Ta'ala akan memperselisihkan hati-hati kalian. Ia (Nu'man bin Basyir) berkata: kemudian aku melihat seseorang melekatkan pundak dengan pundak temannya, lututnya dengan lutut temannya dan mata kakinya dengan mata kaki temannya"[16] (HR. Abu Dawud).
Dalam hal ini seorang imam berperan penting dalam kesempurnaan sholat berjamaah. Hendaklah ia tidak memulai dulu sholat jama'ahnya sebelum menghadap ke makmum dan memberi aba-aba pada makmum agar menegakkan shaf.
Menegakkan shaf sebagaimana hadits Nu'man di atas adalah: meluruskan dan merapatkan (melekatkan kaki dengan kaki temannya, pundak dengan pundak temannya, dan lutut dengan lutut temannya) dan bukan hanya salah satunya.
4.      Membangun shof dari arah kiri
Fenomena yang muncul di kalangan masyarakat muslim, sebagian mereka punya kecenderungan membuat shaf dari arah kiri. Ini seharusnya tidak terjadi karena yang benar adalah menempati shaf dari sebelah kanan imam, kemudian sebelah kiri.
Dari Barro' bin Ajib RA, Rasulullah SAW bersabda:

كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ
“Sesungguhnya Apabila kami sholat bersama Nabi SAW kami senang berada disebelah kanan beliau SAW” [17](Dikeluarkan oleh Nasa'i)
Dari Aisyah ra, Rosululloh SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ
Sesungguhnya Ta'ala dan malaikat-Nya bersholawat atas sebelah kanan shof [18](HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
5.      Membuat shaf baru, padahal shaf depan belum rapat
Kesalahan ini yang banyak dilakukan kaum muslimin. Padahal jika ia masuk ke dalam shaf depannya ia masih cukup, mekipun kelihatannya sudah penuh. Namun jika shaf dirapatkan, maka sesungguhnya masih mencukupi 2 hingga 3 orang. Maka hendaklah ia masuk shaf yang didepannya tersebut. Dan kalau tidak mencukupi, padahal sudah dirapatkan sesuai dengan ketentuan menegakkan shaf (melekatkan pundak, tumit dan lutut temannya), maka baru diperkenankan membuat shof baru.
E.     Bagaimana Cara Meluruskan dan Merapatkan Barisan Salat?
Anas bin Malik ra. menerangkan cara meluruskan dan merapat­kan shaf shalat berjamaah pada masa kehidupan Raslaulullah SAW, ia berkata,
لَقَدْ رَأَيْتُ أَحَدَنَا يَلْزِقُ مَنْكَبَهُ بِمَنْكَبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بَقَدَمِهِ .وَلَوْ ذَهَبْتَ تَفْعَلُ ذَلِكَ الْيَوْمَ لَتَرَى أَحَدَهُمْ كَأَنَّهُ بِغَلِ شُمُوْسٍ
Dahulu salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya dengan kaki temannya. Andaikan engkau melakukan hal itu pada hari ini, niscaya engkau akan melihat mereka seperti bigal (hewan hasil perkawinan antara kuda dengan keledai) yang liar.”[19] (HR. al-Bukhari)
Berdasarkan hadits tersebut dan dalil-dalil sahih yang lainnya, dapat dipahami bahwa cara meluruskan dan merapatkan shaf di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Merapatkan bahu dengan bahu, kemudian menempelkan telapak kaki dengan telapak kaki (bagian tumit), mata kaki dengan mata kaki, dan lutut dengan lutut saudaranya yang ada di sampingnya.
  2. Menjaga agar bahu, leher, dan dada tetap lurus dengan sampingnya, yaitu tidak lebih maju atau lebih mundur dari yang lainnya.
  3. Tidak membuat shaf sendirian selama hal itu memungkinkan, apabila tidak memungkin­kan maka tidak mengapa berjamaah dengan membuat shaf sendiri.
F.    Hukum meluruskan dan Merapatkan Shof.
 Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum meluruskan dan merapatkan shof. Sebagian ulama berpendapat bahwa meluruskan dan meraptkan shof hukumnya adalah wajib, dan ada pula yang mengatakan hukumnya sunnah saja. 

A.     Pendapat yang mengatakan wajib.
Beberapa ulama, diantaranya: Al-Imam Al-Ba’ly, Ibnu Hazm Al-Andalusy, Ibnu Hajar Al-Asqolany, ImamAs-Syaukani, Syaikh Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashir Al-Bany, yang mengatakan wajibnya meluruskan dan merapatkan shof.
Berdasarkan hadits-hadits yang telah lalu, seperti:
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

“Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.”[20]( Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah).
 Wajibnya hal ini dipahami dengan adany perintah dari Nabi SAW dan juga ancaman beliau terhadap orang yang melalaikannya. Karena, jika memang meluruskan dan merapatkan shaf bukan perkara wajib tapi mustahab (sunnah/dianjurkan), maka tentunya Rasulullah SAW tidak akan memberikan perintah yang didalamnya mengandung ancaman berkaitan dengan hal tersebut.
Sebab sesuatu yang hukumnya mustahab (mandub/sunnah itu boleh ditinggalkan tanpa ada celaan. Jadi, apabila ada suatu perintah lalu diiringi dengan ancaman bagi orang yang meninggalkan perintah tersebut, maka ini menunjukkan bahwa hal itu hukumnya wajib.
B.     Pendapat yang mengatakan Sunnah.
Sedangkan, ulama lain mengatakan, meluruskan dan merapatkan shof adalah sunnah saja. Ini adalah Abu Hanifah, Syafi’i dan Maliki.[21] Bahkan Imam Nawawi Mengkalaim para ulama telah ijma’atas kesunahannya,
Perkataan Imam Nawawi ini didukung oleh Ibnu Bathal dengan perkataannya:

تسوية الصفوف من سنة الصلاة عند العلماء

                      Yang artinya meluruskan shaf merupakan sunahnya shalat menurut para ulama.

Alasannya, menurut mereka merapatkan shaf adalah untuk penyempurna dan pembagus shalat berjamah sebagaimana diterangkan dalam riwayat yang shahih. Hal ini dikutip oleh Imam Al ‘Aini, dari Ibnu Baththal, sebagai berikut:

لأن حسن الشيء زيادة على تمامه

Yang artinya karena, sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaan. [22]
Dari penjelasan di atas, maka mereka berpendapat bahwasanya meluruskan dan merapatkan shof hukumnya sunnah saja, bukan merupakan suatu kewajiban yang apabila ditinggalkan menjadikan shalat seseorang tidak sah. Karena pada hakeketnya yang menjadikan sah atau tidaknya sholat tidak bisa diukur dari lurus dan rapatnya shof itu, melainkan hanyalah tambahan atas kesempurnaan sholat itu sendiri.
G.    Kesimpulan:
            Salah satu perkara penting sebagai penyempurna sholat yang mulai terlupakan oleh umat Muhammad, dan hal itu merupakan salah satu kesalahan yang sering terjadi dalam sholat adalah para jama’ah tidak meluruskan dan merapatkan shof mereka.
            Dari penjabaran makalah diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya Rasulullah SAW memerintahakan kita untuk meluruskan dan merapatkan shof shalat berjama’ah yang salah satu faedahnya adalah agar hati-hati kaum muslimin tidak berselisih. Dan dari sinilah akan terciptanya kesatuan umat Islam.
            Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang apa sebenarnya hukum  meluruskan dan merapatkan shof seperti yang telah dipaparkan. Dan dari penjabaran di atas pula,  maka kami (penulis) mengambil pendapat bahwasanya meluruskan dan merapatkan shof adalah sunnah saja sebagaimana yang telah dikemukakan oleh jumhur ulama.
            Meskipun, kebanyakan  hadits Rasulullah SAW yang telah lalu (di atas) mengandung ancaman, akan tetapi sholat tidak bisa dikatakan batal hanya karena ukuran tidak lurusnya shof, melainkan meluruskan dan merapatkan shof hanya sebagai tambahan atas kesempurnaan  sholat saja.
            Namun demikian, meluruskan dan merapatkan shof sebaiknya kita usahakan semampunya dan sewajarnya. Tidak boleh kita menyepelekan masalah ini atau terlalu berlebihan. Huallahu ‘Alam.  
H.    Daftar Pustaka:
1.      Muhammad, Isa bin Isa bin Saurah. 2004 M. Sunnan Turmudzi  Lebanon:  Daarul Fikr
2.      Az-Zuhaili, Wahbah. 2010 M. Mausu’ah Fiqhiyah.  Lebanon: Daarul Fikr
3.      Asqolani, Hajar. 2004 M. Fathu Bari bi Syarhi Shohihul  Bukhori. Kairo: Daarul Hadits.
4.      Al-Jaza’iri, Abdurrahman. 2003 M. Fiqih ‘ala Madzahibul Arba’ah. Daar At-Taqwa
5.      Abi Zakariya, Muhyiddin. 2001 M. Shohih Muslim bi Syarhi Nawawi. Kairo: Maktabah As-Saqofi.
6.      Hasan, Masyur. 1996 M. Qoulul Mubin Fii Akhto’I Musholin. Lebanon: Daarul Ibnu Jazm.
7.      Ahmad bin Hambal. 2012 M. Al-Musnad. Lebanon: Daarul Fikr.
8.      Asy-Syaukani, Muhammad. 2005 M. Nailul Author. Madinah: Maktabah Al-Qahirah.
9.      Syamsul, Muhammad.2001 M. Aunul Ma’bud. Kairo: Daaarul Hadits.
10.  Abdullah. 2013 M. Taysirul Alam Syarhu Umdatil Ahkam. Jakarta Timur: Ummul Qura’.
11.  Az-Zuhaili, Wahbah. 2011 M. Fiqih Islam wa Adillatuhu. Jakarta: Daarul Fikr.
12.  As-Suyuthi, Jalaluddien. 2012 M. Sunnan An-Nasa’i. Lebanon: Daar Al-Fikr
13.  Saini. 2011 M. Apa Kata Imam Syafi’i tentang Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat Berjama’ah?: Mu’awiyah bin Abi Sufyan.



[1] Sunnah-sunnah yang banyak diabaikan, ditinggalkan dan dilalaikan oleh umat Islam pada massa sekarang.
[2] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Al-Maktabah As-Staqafi), hal. 156
[3] Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Hajar Al-Asqolani, Fathul Bari Syarhu Shohih Bukhori, jilid 2, (Kairo: Daarul hadits), hal 244
[4] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Al-Maktabah As-Tsaqafi), hal 160
[5] Muhammad Syamsul Haq Al- Abady, Aunul Ma’bud, jilid 2, (Kairo: Daarul Hadits), hal 74.
[6] Ibid.
[7] HR.Ibnu Majah Al-Qozwini dishohihkan oleh Syaikh Muhammad Nashir Al-Albany -rahimahullah-

[8] HR.Ibnu Majah Al-Qozwini dalam Sunan-nya (1004). Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Muhammad Nashir Al-Albany -rahimahullah- dalam Shohih Sunan Ibnu Majah (1004) dan At-Ta’liq Ar-Roghib (1/335) cet. Maktabah Al-Ma’arif , tahun 1421 H.
[9] Imam Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Maktabah As-Tsaqofi, hal 160.
[10] Ibid
[11] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Al Makatabah As-Tsaqafi), hal156.
[12] Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh Alu Bassam, Taysirul ‘Allam Syarah Umdatil Ahkam, cetakan pertama 2013 M, ( Jakarta: Ummul Qura), hal 193.
[13]Imam Nawawi,Shohih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4,cetakan pertama,2001M, (Kairo: Al-Maktabah As-Tsaqafi, hal 160.
[14] HR. Ibnu Majah di shohihkan oleh Syaikh Muhammad Nashir Al-Bani.
[15] Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-asqolani, Fathul Bari Syarhu Shohih Bukkhori, jilid 2 (Kairo, Daarul Hadits), hal.242.
[16]  Muhammad Syamsul Haq Al-Abadiy, Aunul Ma’bud, jilid 2, (Kairo: Daarul Hadits), hal 72.
[17] Imam Al-Hafidz Jalaluddien As-Suyuthi, Sunnan An-Nasai, jilid 2, cetakan pertama, DaarFikr, hal.102
[18]  Muhammad Syamsul Haq Al-Abadiy, Aunul Mabud, jilid 2, (Kairo: Daarul Hadits),hal 79
[19] Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqolani, Fathul Bari Syarhu Shohih Bukhori, jilid 2, (Kairo, Daarul Hadits), hal.242
[20]  Imam Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo,: Maktabah As-Staqofi), hal 160
[21]  Badruddien Ahmad Al-‘Aini, Faidul Qadhir, Jilid 8 hal 455, pdf.
[22] Muhammad Syamsul Haq Al-Abadiy, Aunul Ma’bud, jilid 2, (Kairo: Daarul Hadits), hal 77

0 komentar:

Posting Komentar

 
;