بسم الله الرحمن الرحيم
HUKUM MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHOF
Oleh:
Khodijah Al-Ghoziyah dan Umi Lathifah An-Na’im Sukisno
Di antara sunnah mahjurah
[1] adalah meluruskan
dan merapatkan shaf. Padahal, di antara hal yang
menyempurnakan sholat berjamaah adalah lurus dan rapatnya shaff (barisan) nya.
Hampir setiap kali menunaikan salat berjamaah kita mendengar
imam salat mengatakan,“Luruskan dan rapatkan barisan, karena
rapat dan lurusnya barisan merupakan kesempurnaan shalat!” atau kata-kata senada yang
kurang lebih maknanya sama. Tetapi, sepertinya himbauan imam hanya sekedar jadi
himbauan, jauh dari pengamalan.
Sehingga dari sini, nampaklah fenomena yang menyedihkan berupa
adanya ketidakrapian shaf dalam sholat berjama’ah. Di lain sisi, orang yang diangkat menjadi imam sholat juga tidak paham mengenai hakekat
sunnah yang satu ini.
Padahal
banyak sekali hadits yang menerangkan tentang keutamaan (fadhilah), anjuran, peringatan meluruskan dan merapatkan shof serta ancaman
apabila melalaikannya. Sehingga sudah seharusnya setiap muslim mengetahui,
bahwa perkara merapatkan shaf di dalam shalat berjama’ah bukanlah hal yang bisa
disepelekan.
Sebagai bentuk usaha dalam
mengatasi problema ini, kami merasa perlu untuk menjelaskan sunnah yang mahjuroh
(ditinggalkan) ini dan menyebarkannya melalui tulisan yang ringkas ini. Berikut
penjelasannya:
A.
Makna
Meluruskan Shaf.
Dari Anas bin Malik
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
“Luruskan
shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk kesempurnaan
sholat.”[2] (HR.Muslim)
Semakna
dengannya, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَة
“Luruskan
shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk
menegakkan sholat.”[3] (HR.Bukhori)
Makna
dari kata yang tercetak tebal (Luruskan sahf-shaf kalian) adalah lurus
dan seimbanglah dalam bershaf, sehingga kalian seakan-akan merupakan satu garis
yang lurus, jangan salah seorang di antara kalian agak ke depan atau agak ke
belakang dari yang lainnya, serta merapat dan tutuplah celah-celah kosong yang
berada di tengah shaf.
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW
bersabda:
أقيموا الصف في الصلاة. فإن إقامة الصف
من حسن الصلاة
“Dan
tegakkanlah shaf di dalam shalat, karena sesungguhnya menegakkan shaf termasuk
di antara baiknya sholat.” (Mutafaq’alaih)
Imam
An-Nawawi mengatakan, makna kata yang tercetak tebal (dan tegakkan shaf di dalam shalat) adalah meluruskan,
menyeimbangkan dan merapatkan shaf.[4]
B.
Anjuran Merapatkan (menyambung) Shaf dan Ancaman Memutuskannya
Banyak nash dari hadits Rasulullah SAW
yang menganjurkan agar kita meluruskan dan merapatkan shaf, bahkan beliau juga
telah mengancam orang yang memutuskannya dengan ancaman yang keras.
1)
Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar
ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
أَقِيْمُوُا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّمَا
تَصُفُّوْنَ بِصُفُوْفِ الْمَلاَئِكَةِ, وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسَدُّوْا
الْخَلَلَ وَلِيْنُوْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ.
وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Luruskan shaf-shaf kalian karena sesungguhnya kalian itu bershaf
seperti shafnya para malaikat. Luruskan di antara bahu-bahu kalian, isi
(shaf-shaf) yang kosong, lemah lembutlah terhadap tangan-tangan (lengan) saudara
kalian dan janganlah kalian menyisakan celah-celah bagi setan. Barangsiapa yang
menyambung shaf, niscaya Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan
barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya (dari
rahmat-Nya).”[5] (HR.Ahmad,
Abu Dawud, An-Nasa’i dishahihkan oleh Muhammad Nashir Al-Bany –rahimahullahu-)
Imam Abu Dawud
-rahimahullah- ketika menjelaskan sabda Rasulullah SAW, “Makna sabdanya: “Lembutilah tangan-tangan (lengan) saudara
kalian” (adalah) apabila ada
seorang yang datang menuju shaf, lalu ia berusaha masuk, maka seyogyanya setiap
orang melembutkan (melunakkan) bahunya untuknya sehingga ia bisa masuk shaf.”[6]
Jika menutup celah yang renggang
saja merupakan perkara yang sangat dianjurkan, apalagi jika itu merupakan
kekosongan dan kerenggangan yang sangat lapang di antara satu jama’ah dengan
jama’ah lainnya -sebagaimana yang terlihat di banyak masjid di tanah air-, maka
ini tentu lebih dianjurkan bahkan diperintahkan.
2)
A`isyah -radhiallahu Ta’ala ‘anha- berkata,
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan
mengangkat derajatnya karenanya dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di
dalam surga”.[7]
3)
Rasulullah SAW bersabda:
خِيَارُكُمْ أَلْيَنُكُمْ مَنَاكِبِ فِي الصَّلاَةِ, وَمَا مِنْ خَطْوَةٍ أَعْظَمُ
أَجْرًا مِنْ خَطْوَةٍ مَشَاهَا رَجُلٌ إِلَي فُرْجَةٍ فِي الصَّفِّ فَسَدَّهَا
“Orang yang terbaik di antara
kalian adalah orang yang paling lembut bahunya dalam sholat. Tak ada suatu
langkahpun yang lebih besar pahalanya dibandingkan langkah yang dilangkahkan
menuju celah dalam shaf, lalu ia menutupinya”.[8]
C. Perintah untuk Meluruskan dan Merapatkan Shof
1. Dari
Nu’man bin Basyir ra. dari Rasulullah SAW bersabda:
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ
اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Sungguh luruskanlah shaf kalian,
atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara
wajah-wajah kalian.” [9](
Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah).
Hadits ini mengandung perintah yang
sangat tegas bagi kita untuk meluruskan shaf , dan ancaman yang sangat keras
bagi yang tidak melakukannya Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Yang tampak
(bagi kami) maknanya adalah: Allah akan menimbulkan permusuhan, kebencian, dan
perselisihan hati di antara kalian.” [10]
2.
Dari Anas bin Malik radhiallahu
‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:
سووا صفوفكم فإن تسوية الصف من تمام الصلاة
“Luruskanlah shaf-shaf kalian,
karena sesungguhnya kelurusan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.” [11](HR. Muslim).
Hadits ini menerangkan kepada kita
bahwa di antara hal yang membuat shalat kita menjadi sempurna adalah shaf yang
lurus. Artinya, jika shaf shalat tidak lurus maka shalat berjamaah kita menjadi
kurang nilainya.
Dalam Syarah ‘Umdatul Ahkam
disebutkan bahwa makna global (umum) dari
hadits di atas bahwa Rasulullah SAW menuntun ummat beliau menuju kebaikan dan
keberuntungan. Dalam hal ini, beliau SAW memerintahkan mereka untuk meluruskan
shaf, semuanya menghadap kiblat, menutup celah-celah di shaf, agar setan tidak
mendapat celah untuk mempermainkan sholat mereka. Rasulullah Saw juga
menunjukkan kepada mereka beberapa manfaat meluruskan shaf, yaitu lurusnya shaf
sebagai pertanda kesempurnaan dalam sholat.[12]
D.
Kesalahan
Seputar Shaf pada shalat berjama’ah.
1. Tidak
bersegera menempati shaf pertama bagi yang datang lebih dahulu.
Sebagian
orang datang bersegera ke masjid dan melihat banyak tempat yang masih kosong di
shaf pertama, hanya saja ia lebih berlambat-lambat untuk menempati shof kedua
atau ketiga agar bisa bersandar pada tiang, misalnya, atau terbelakang di
belakang masjid agar bisa bersandar pada dinding misalnya. Semua ini
menyelisihi perintah Nabi SAW agar bersegera menempati shof pertama.
Dari Abu
Hurairah bahwasanya Rasululah
SAW bersabda:
لَوْ
يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا
أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
"Seandainya
manusia mengetahui pahala yang terdapat dalam adzan dan shaf pertama, kemudian
mereka tidak mendapatkan kecuali dengan diundi, niscaya mereka melakukannya."
[13](Muttafaq
‘alaihi)
2. Melangkahi Leher-leher jama’ah karena ingin menempati shaf
pertama.
Rosululloh SAW
bersabda:
أَنَّ
رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَعَلَ يَتَخَطَّى النَّاسَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ
"Seseorang
masuk masjid pada hari jum'at saat Rosululloh SAW berkhutbah. Lalu ia
melangkahi orang-orang, maka Rosululloh SAW bersabda: Duduklah !sesungguhnya
kamu telah mengganggu dan kamu telah terlambat."[14](IBNU
MAJAH)
3. Tidak menegakkan (meluruskan dan merapatkan)
shof sholat berjama'ah.
Sebagian kaum
muslimin mengira bahwa sholat jama'ah bisa sempurna meskipun dengan berbaris
seadanya saja. Hal ini tidak betul, karena menegakkan shaf adalah hal yang
sangat prinsip (mendasar) dalam sholat berjama'ah.
Dari Anas bin
Malik, bahwsanya Rasulullah SAW bersabda:
سَوُّوا
صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ
"Luruskanlah
Shaf-shaf kalian, sesungguhnya meluruskan shaf adalah termasuk menegakkan
sholat"[15]
(HR. Bukhori )
Dari Nu’manbin
Basyir ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
َ
أقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ثَلَاثًا وَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ
اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ قَالَ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ
صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ
"Tegakkanlah shaf-shaf kalian (diucapkan
Rosul sebanyak tiga kali), Demi Alloh Ta'ala sungguh kalian tegakkan shaf-shaf
kalian atau sungguh Alloh Ta'ala akan memperselisihkan hati-hati kalian. Ia (Nu'man bin
Basyir) berkata: kemudian aku melihat seseorang melekatkan pundak dengan pundak
temannya, lututnya dengan lutut temannya dan mata kakinya dengan mata kaki
temannya"[16]
(HR. Abu Dawud).
Dalam hal ini seorang imam berperan penting dalam
kesempurnaan sholat berjamaah. Hendaklah ia tidak memulai dulu sholat
jama'ahnya sebelum menghadap ke makmum dan memberi aba-aba pada makmum agar
menegakkan shaf.
Menegakkan shaf sebagaimana hadits Nu'man di atas adalah: meluruskan dan
merapatkan (melekatkan kaki dengan kaki temannya, pundak dengan pundak
temannya, dan lutut dengan lutut temannya) dan bukan hanya salah satunya.
4. Membangun shof
dari arah kiri
Fenomena yang muncul di kalangan masyarakat muslim, sebagian mereka punya
kecenderungan membuat shaf dari arah kiri. Ini seharusnya tidak terjadi karena
yang benar adalah menempati shaf dari sebelah kanan imam, kemudian sebelah
kiri.
Dari Barro'
bin Ajib RA, Rasulullah SAW bersabda:
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ
“Sesungguhnya
Apabila kami sholat bersama Nabi SAW kami senang berada disebelah kanan beliau
SAW” [17](Dikeluarkan
oleh Nasa'i)
Dari Aisyah
ra, Rosululloh SAW bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ
Sesungguhnya
Ta'ala dan malaikat-Nya bersholawat atas sebelah kanan shof [18](HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah)
5. Membuat shaf
baru, padahal shaf depan belum rapat
Kesalahan ini
yang banyak dilakukan kaum muslimin. Padahal jika ia masuk ke dalam shaf
depannya ia masih cukup, mekipun kelihatannya sudah penuh. Namun jika shaf
dirapatkan, maka sesungguhnya masih mencukupi 2 hingga 3 orang. Maka hendaklah
ia masuk shaf yang didepannya tersebut. Dan kalau tidak mencukupi, padahal
sudah dirapatkan sesuai dengan ketentuan menegakkan shaf (melekatkan pundak,
tumit dan lutut temannya), maka baru diperkenankan membuat shof baru.
E.
Bagaimana Cara
Meluruskan dan Merapatkan Barisan Salat?
Anas bin Malik ra. menerangkan
cara meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjamaah pada masa kehidupan Raslaulullah SAW, ia berkata,
لَقَدْ رَأَيْتُ أَحَدَنَا
يَلْزِقُ مَنْكَبَهُ بِمَنْكَبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بَقَدَمِهِ .وَلَوْ ذَهَبْتَ
تَفْعَلُ ذَلِكَ الْيَوْمَ لَتَرَى أَحَدَهُمْ كَأَنَّهُ بِغَلِ شُمُوْسٍ
“Dahulu salah seorang di antara
kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya
dengan kaki temannya. Andaikan engkau melakukan hal itu pada hari ini,
niscaya engkau akan melihat mereka seperti bigal (hewan hasil perkawinan antara
kuda dengan keledai) yang liar.”[19]
(HR. al-Bukhari)
Berdasarkan hadits tersebut dan
dalil-dalil sahih yang lainnya, dapat dipahami bahwa cara meluruskan dan
merapatkan shaf di antaranya adalah sebagai berikut:
- Merapatkan bahu dengan bahu, kemudian menempelkan telapak
kaki dengan telapak kaki (bagian tumit), mata kaki dengan mata
kaki, dan lutut dengan lutut saudaranya yang ada di sampingnya.
- Menjaga agar bahu, leher, dan dada tetap lurus dengan
sampingnya, yaitu tidak lebih maju atau lebih mundur dari yang
lainnya.
- Tidak membuat shaf sendirian selama hal itu memungkinkan, apabila
tidak memungkinkan maka tidak mengapa berjamaah dengan membuat shaf sendiri.
F.
Hukum
meluruskan dan Merapatkan Shof.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum
meluruskan dan merapatkan shof. Sebagian ulama berpendapat bahwa meluruskan dan
meraptkan shof hukumnya adalah wajib, dan ada pula yang mengatakan hukumnya
sunnah saja.
A.
Pendapat yang
mengatakan wajib.
Beberapa ulama, diantaranya:
Al-Imam Al-Ba’ly, Ibnu Hazm Al-Andalusy, Ibnu Hajar Al-Asqolany, ImamAs-Syaukani,
Syaikh Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashir Al-Bany, yang mengatakan wajibnya
meluruskan dan merapatkan shof.
Berdasarkan hadits-hadits yang
telah lalu, seperti:
لَتُسَوُّنَّ
صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Sungguh luruskanlah shaf kalian,
atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara
wajah-wajah kalian.”[20]( Hadits Shahih,
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah).
Wajibnya hal ini dipahami dengan adany perintah
dari Nabi SAW dan juga ancaman beliau terhadap orang yang melalaikannya.
Karena, jika memang meluruskan dan merapatkan shaf bukan perkara wajib tapi
mustahab (sunnah/dianjurkan), maka tentunya Rasulullah SAW tidak akan
memberikan perintah yang didalamnya mengandung ancaman berkaitan dengan hal
tersebut.
Sebab sesuatu yang hukumnya mustahab
(mandub/sunnah itu boleh ditinggalkan tanpa ada celaan. Jadi, apabila ada suatu
perintah lalu diiringi dengan ancaman bagi orang yang meninggalkan perintah
tersebut, maka ini menunjukkan bahwa hal itu hukumnya wajib.
B.
Pendapat yang
mengatakan Sunnah.
Sedangkan,
ulama lain mengatakan, meluruskan dan merapatkan shof adalah sunnah saja. Ini
adalah Abu Hanifah, Syafi’i dan Maliki.[21]
Bahkan Imam Nawawi Mengkalaim para ulama telah ijma’atas kesunahannya,
Perkataan Imam
Nawawi ini didukung oleh Ibnu Bathal dengan perkataannya:
تسوية الصفوف من سنة
الصلاة عند العلماء
Yang artinya meluruskan shaf merupakan sunahnya shalat
menurut para ulama.
Alasannya,
menurut mereka merapatkan shaf
adalah untuk penyempurna dan pembagus shalat berjamah sebagaimana
diterangkan dalam riwayat yang shahih. Hal ini dikutip oleh Imam Al ‘Aini, dari
Ibnu Baththal, sebagai berikut:
لأن حسن الشيء زيادة
على تمامه
Yang artinya karena,
sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaan. [22]
Dari penjelasan
di atas, maka mereka berpendapat bahwasanya meluruskan dan merapatkan shof
hukumnya sunnah saja, bukan merupakan suatu kewajiban yang apabila ditinggalkan
menjadikan shalat seseorang tidak sah. Karena pada hakeketnya yang menjadikan
sah atau tidaknya sholat tidak bisa diukur dari lurus dan rapatnya shof itu,
melainkan hanyalah tambahan atas kesempurnaan sholat itu sendiri.
G.
Kesimpulan:
Salah satu perkara penting sebagai
penyempurna sholat yang mulai terlupakan oleh umat Muhammad, dan hal itu
merupakan salah satu kesalahan yang sering terjadi dalam sholat adalah para
jama’ah tidak meluruskan dan merapatkan shof mereka.
Dari penjabaran makalah diatas dapat
kita ambil kesimpulan bahwasanya Rasulullah SAW memerintahakan kita untuk meluruskan dan merapatkan shof shalat
berjama’ah yang salah satu faedahnya adalah agar hati-hati kaum muslimin tidak
berselisih. Dan dari sinilah akan terciptanya kesatuan umat Islam.
Akan
tetapi, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang apa
sebenarnya hukum meluruskan dan
merapatkan shof seperti yang telah dipaparkan. Dan dari penjabaran di atas
pula, maka kami (penulis) mengambil
pendapat bahwasanya meluruskan dan merapatkan shof adalah sunnah saja sebagaimana
yang telah dikemukakan oleh jumhur ulama.
Meskipun,
kebanyakan hadits Rasulullah SAW yang
telah lalu (di atas) mengandung ancaman, akan tetapi sholat tidak bisa
dikatakan batal hanya karena ukuran tidak lurusnya shof, melainkan meluruskan
dan merapatkan shof hanya sebagai tambahan atas kesempurnaan sholat saja.
Namun
demikian, meluruskan dan merapatkan shof sebaiknya kita usahakan semampunya dan
sewajarnya. Tidak boleh kita menyepelekan masalah ini atau terlalu berlebihan.
Huallahu ‘Alam.
H.
Daftar
Pustaka:
1.
Muhammad, Isa bin Isa bin Saurah. 2004
M. Sunnan Turmudzi Lebanon: Daarul Fikr
2.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2010 M. Mausu’ah
Fiqhiyah. Lebanon: Daarul Fikr
3.
Asqolani, Hajar. 2004 M. Fathu
Bari bi Syarhi Shohihul Bukhori. Kairo:
Daarul Hadits.
4.
Al-Jaza’iri, Abdurrahman. 2003 M. Fiqih
‘ala Madzahibul Arba’ah. Daar At-Taqwa
5.
Abi Zakariya, Muhyiddin. 2001 M. Shohih
Muslim bi Syarhi Nawawi. Kairo: Maktabah As-Saqofi.
6.
Hasan, Masyur. 1996 M. Qoulul
Mubin Fii Akhto’I Musholin. Lebanon: Daarul Ibnu Jazm.
7.
Ahmad bin Hambal. 2012 M.
Al-Musnad. Lebanon: Daarul Fikr.
8.
Asy-Syaukani, Muhammad. 2005 M. Nailul
Author. Madinah: Maktabah Al-Qahirah.
9.
Syamsul, Muhammad.2001 M. Aunul
Ma’bud. Kairo: Daaarul Hadits.
10. Abdullah. 2013
M. Taysirul Alam Syarhu Umdatil Ahkam. Jakarta Timur: Ummul Qura’.
11. Az-Zuhaili,
Wahbah. 2011 M. Fiqih Islam wa Adillatuhu. Jakarta: Daarul Fikr.
12. As-Suyuthi,
Jalaluddien. 2012 M. Sunnan An-Nasa’i. Lebanon: Daar Al-Fikr
13. Saini. 2011 M.
Apa Kata Imam Syafi’i tentang Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat
Berjama’ah?: Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
[1] Sunnah-sunnah yang banyak diabaikan,
ditinggalkan dan dilalaikan oleh umat Islam pada massa sekarang.
[2] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Syarhun
Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Al-Maktabah As-Staqafi),
hal. 156
[3] Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Hajar
Al-Asqolani, Fathul Bari Syarhu Shohih Bukhori, jilid 2, (Kairo: Daarul
hadits), hal 244
[4] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Syarhun
Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Al-Maktabah As-Tsaqafi),
hal 160
[7] HR.Ibnu Majah Al-Qozwini dishohihkan
oleh Syaikh Muhammad Nashir Al-Albany -rahimahullah-
[8] HR.Ibnu Majah Al-Qozwini dalam Sunan-nya
(1004). Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Muhammad Nashir Al-Albany
-rahimahullah- dalam Shohih Sunan Ibnu Majah (1004) dan At-Ta’liq Ar-Roghib
(1/335) cet. Maktabah Al-Ma’arif , tahun 1421 H.
[9] Imam Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi,
jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Maktabah As-Tsaqofi, hal 160.
[11] Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Syarhun
Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M, (Kairo: Al Makatabah As-Tsaqafi),
hal156.
[12] Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh Alu
Bassam, Taysirul ‘Allam Syarah Umdatil Ahkam, cetakan pertama 2013 M, (
Jakarta: Ummul Qura), hal 193.
[13]Imam Nawawi,Shohih Muslim Syarhun Nawawi, jilid
4,cetakan pertama,2001M, (Kairo: Al-Maktabah As-Tsaqafi, hal 160.
[15] Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-asqolani, Fathul Bari Syarhu Shohih Bukkhori, jilid 2 (Kairo, Daarul
Hadits), hal.242.
[17] Imam Al-Hafidz Jalaluddien As-Suyuthi, Sunnan
An-Nasai, jilid 2, cetakan pertama, DaarFikr, hal.102
[19] Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-Asqolani, Fathul Bari Syarhu Shohih Bukhori, jilid 2, (Kairo, Daarul
Hadits), hal.242
[20] Imam
Nawawi, Shahih Muslim Syarhun Nawawi, jilid 4, cetakan pertama 2001 M,
(Kairo,: Maktabah As-Staqofi), hal 160
0 komentar:
Posting Komentar